Korupsi bukan lagi cerita baru di Indonesia. Ia seperti penyakit kronis yang susah sembuh, bahkan kadang tampak seperti sudah menyatu dengan sistem. Dari skala kecil di desa hingga gedung-gedung tinggi pemerintahan, korupsi menjalar dalam diam—dan terkadang, dalam sorak-sorai pesta kekuasaan.
Korupsi Bukan Sekadar Uang, Tapi Pengkhianatan
Setiap rupiah yang dikorupsi bukan hanya angka. Ia adalah biaya sekolah anak-anak yang gagal dibangun. Ia adalah jembatan yang seharusnya menyambungkan, tapi malah runtuh. Ia adalah lampu penerangan jalan yang tak pernah menyala. Korupsi adalah pengkhianatan terhadap rakyat yang percaya.
Mengapa Korupsi Masih Subur?
Karena ada sistem yang longgar. Karena ada pejabat yang lupa amanah. Karena ada rakyat yang memilih “yang penting dekat.” Korupsi tumbuh subur bukan hanya karena ada niat, tapi juga karena ada kesempatan—dan karena kita kadang membiarkannya terjadi.
Haruskah Kita Diam?
Tidak. Diam berarti setuju. Diam berarti menjadi bagian dari masalah. Kita mungkin bukan penegak hukum, tapi kita bisa memilih untuk jujur dalam lingkup kita. Kita bisa mendidik anak-anak kita tentang nilai kejujuran. Kita bisa bersuara, meski hanya lewat tulisan, diskusi, atau edukasi.
Kita Adalah Harapan
Setiap generasi punya tanggung jawab untuk memperbaiki. Korupsi bisa dihentikan jika kita semua sepakat bahwa uang rakyat bukan untuk dikorupsi. Bahwa jabatan adalah amanah, bukan ladang cuan. Bahwa Indonesia terlalu besar untuk terus dilukai oleh segelintir orang yang tamak.
Mari kita jaga negeri ini. Bukan dengan marah, tapi dengan sadar. Bukan hanya dengan kritik, tapi juga dengan tindakan nyata.
